Saturday, August 15, 2009

No Barriers Worship








Mematahkan barriers/penghalang dari pemahaman mengenai penyembahan yang sejati

Penyembahan adalah cara kita hidup. Hari-hari ini diperlukan sebuah pergeseran dari sekedar “acara penyembahan” kepada “kehidupan penyembahan”. Kita menyembah - atau tidak - ditunjukkan melalui kehidupan kita; kita menyembah - atau tidak - ditunjukkan melalui bagaimana kita melakukan pekerjaan kita ; kita menyembah - atau tidak - ditunjukkan melalui bagaimana kita memberi. Penyembahan lebih dari sekedar kegiatan musikal. Penyembahan adalah aktifitas hati yang melibatkan keseluruhan kehidupan. Penyembahan yang sejati adalah menghidupi kehidupan kita yang mentaati kehendakNya. Penyembahan yang benar menghasilkan perubahan hidup. Worship is a heart of obedience!

Musik kita, lagu kita dan doa kita hanyalah sebagian saja dari manifestasi dan ekspresi dari sebuah kehidupan yang dipersembahkan bagi kemuliaanNya. Sudah waktunya mendudukkan esensi dan aksesoris pada tempatnya masing-masing. Sudah saatnya pula merevolusi penyembahan yang berfokus kepada aksesoris menjadi penyembahan yang mendasarkan esensi, lebih daripada manifestasi dan ekspresi. Alhasil, kekristenan tidak akan menghasilkan umat yang menyanyi saja tetapi menyembah Dia di setiap waktu, memiliki misi, melepaskan potensi , berkarya nyata, berfokus kepada dunia “di luar sana” bukan di dalam gedung gereja saja, serta menjadi contoh bagi dunia sebagai kelompok manusia yang meninggikan penciptaNya dengan seluruh kehidupannya. “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan namaNya. Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.” (Ibrani 13:15-16). Mengangkat tangan dan menyanyi namun juga menyentuh orang dan melepaskan sumber-sumber. Itu penyembahan yang menggoncangkan dunia! Dengan demikian penyembahan tidak terhalang oleh cara, bentuk, gaya, dan ekspresi. Penyembahan dimulai dari hati dan kemudian akan menemukan manifestasinya sendiri. Penyembahan tidak akan “legitimate” jika tidak datang dari hati. Siapa dan apa yang bisa menghalangi aktivitas hati? Siapa dan apa juga yang dapat mendikte manifestasi penyembahan sejati? No barriers worship!

Mematahkan “barriers” terhadap kesatuan TubuhNya untuk menyembah Bapa dan Yesus “Sang Kepala” Adalah kerinduan hati Tuhan untuk melihat TubuhNya sendiri utuh dan bersama dengan seluruh semesta menyembah Dia dalam kesatuan, keharmonisan dan keterpaduan. Adalah merupakan penantian dari Sang Pencipta akan munculnya sebuah penyembahan korporat yang diberikan oleh gereja sebagai institusi yang dibangunNya, bergandeng tangan dengan seluruh buatan tanganNya. Namun gereja yang seharusnya berperan sebagai model keharmonisan bagi seluruh ciptaan masih saja terhalang oleh ketidakbersatuan. Dan “barriers” dari kebersatuan seringkali merupakan hal-hal yang tidak esensial; hanya perkara-perkara aksesoris.

Sementara Firman Tuhan di dalam Ibrani 2:11 menyebutkan: ”Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara,” bagaimanapun mungkin kita saling malu menyebut saudara hanya karena berbeda cara dan bentuk kehidupan penyembahan? Kita berasal dari Dia yang tidak malu menerima kita, bagaimana mungkin kita malu saling menerima karena kita berbeda? Dalam uraian suratnya tentang Tubuh Kristus, Paulus menasihatkan, “....supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota tubuh yang berbeda itu saling memperhatikan.”(1 Korintus 12:25). Menurut Paulus perpecahan dalam tubuh disebabkan oleh dua hal; yang pertama yakni ketidak-mengertian kita tentang posisi kita dalam tubuh sehingga merasa tidak termasuk bagian dalam tubuh, yang kedua adalah sikap “tidak perlu bergantung kepada bagian tubuh yang lain”.

Penyembahan di sorga dipenuhi harmonisasi dan kerendahan hati (Wahyu 4-5) dan itu memang kehendakNya. Bahkan Dia mengajar kita untuk berdoa:”...jadilah kehendakMu, di bumi seperti di surga..”. Hari-hari ini keadaan gereja belum memiliki penyembahan seperti di surga dengan harmonisasi penyembahan tingkat tinggi. Bahkan salah satu tujuan salib adalah: ”Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan...dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.”(Efesus 2:14,16). Itu “passion” Tuhan! Apa “passion” kita?

Garis pemisah yang muncul diantara kita biasanya adalah pengalaman hidup yang bersifat subyektif terhadap sebuah kebenaran. Hal tersebut akan terlihat sebagai sebuah arogansi karena unsur subyektifitas dan asumsi/interpretasi pribadi atau institusi. Kekuatan kesatuan di dunia Injili modern sering bukan doktrin kebenaran yang fundamental tetapi pengalaman yang subyektif yang pada gilirannya, dengan sedikit tambahan ayat di sana-sini yang terkadang di luar konteks, akan menjadi “kebenaran”. Maka konsekuensinya gereja menjadi tidak sepenuhnya berdasar kepada prinsip-prinsip kebenaran tetapi lebih berdasar kepada “style” atau kepemimpinan. Ditambah pula dengan miskinnya sudut pandang dan kurangnya penglihatan kepada “the whole of context” . Nah, mana yang lebih mendukung dan menguatkan gerakan Unity : faktor pewahyuan pribadi dan faktor kepemimpinan atau komit kepada posisi doktrinal yang paling fundamental dan prinsip kebenaran yang biblikal? Itulah sebabnya mengapa perpecahan dan kecurigaan paling banyak merusak dunia karismatik dan injili hari ini.

Paulus dalam suratnya menghimbau: ”Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang diatas semua dan oleh semua dan di dalam semua.”(Efesus 4:4-6). Alasan-alasan fundamental dan biblikal seperti itulah yang menyatukan kita, secara bersama-sama sebagai TubuhNya, memberikan penyembahan yang berkenan kepadaNya, yang pada gilirannya akan menggenapi impian Yesus:”...supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, SUPAYA DUNIA PERCAYA, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Itulah kekuatan yang mengubah dunia.

No comments:

Post a Comment